Penelitian Tindakan Kelas

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK):

HANYA UNTUK NAIK PANGKAT?


PENGANTAR

“... bukan Karya Tulis Ilmiahnya, tetapi kegiatan nyata yang telah dilakukan guru dalam upaya meningkatkan profesionalismenya sebagai guru, itulah yang utama. Itulah yang diberikan nilai, itulah yang manpu mengantarkan sukses profesi kita, para guru”. Begitu cuplikan persembahan karya tulis yang dituliskan oleh Prof. Suharsimi Arikunto dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cuplikan kata-kata tersebut sempat membuat kecut hati sebagian guru karena selama ini penulisan PTK hanya semata-mata dianggap untuk meningkatkan kepangkatannya saja. Bahkan beberapa waktu lalu muncul berita di harian ini yang memberitakan tentang kenaikan pangkat yang tertunda hanya gara-gara karya tulis ilmiah.

Terhambat Karya Tulis, Golongan IV Menumpuk” Judul berita yang menunjukkan bahwa 1.607 guru SD di Surabaya menduduki golongan IV dan 70% diantaranya menduduki golongan IV/a yang berarti hanya 30% diantara jumlah guru yang dapat meningkatkan kepangkatannya menjadi golongan IV/b dan IV/c (Jawa Pos, Senin 24 Desember 2007).

Berita kedua “Prosedur Kenaikan Golongan Membingungkan” yang memberikan adanya penilaian karya tulis ilmiah yang dapat dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur dan LPMP Jawa Timur. Dimana pengajuan kepangkatan dari IV/a ke IV/b dapat diajukan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim. Tetapi untuk pengajuan kepangkatan IV/b ke IV/c harus melalui LPMP Jatim. (Jawa Pos, Selasa 25 Desember 2007). Dari kedua lembaga ini bisa saja terjadi penerapan standar yang berbeda dalam menilai karya tulis ilmiah yang dibuat oleh guru khususnya penelitian tindakan kelas atau PTK. Fenomena di Surabaya ini banyak juga terjadi di Jawa Timur pada umumnya.

Solusi pelaksanaan workshop dan pelatihan penulisan Karya Tulis Ilmiah juga sudah banyak dilakukan. Akan tetapi kembali bahwa pelaksanaan pelatihan dan workshop ini selalu dihubungkan dengan kenaikan pangkat saja. Hal ini kemudian menimbulkan stigma bahwa penulisan karya tulis ilmiah khususnya PTK hanya untuk semata-mata kenaikan pangkat saja, tanpa memperhatikan pentingnya PTK dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

PENTINGNYA PTK

Empat kompetensi yang harus dimiliki guru adalah (1) kepribadian, (2) profesional, (3) kependidikan, dan (4) sosial. Penguasaan empat kompetensi oleh guru ini diharapkan bahwa guru di kelas tidak semata-mata mengutamakan mengajar secara mekanistis tetapi juga melaksanakan tugas mendidik dan melaksanakan pembelajaran yang lebih bervariatif untuk meningkatkan kemampuan siswa. Dalam hal kompetensi profesional, guru selalu meningkatkan kemampuan melaksanakan pembelajaran dan pengelolaan kelas yang optimal dengan muara meningkatkan kemampuan siswa.

Peningkatan prosionalisme sebagai bagian dari kompetensi guru adalah dengan guru selalu melaksanakan perubahan-perubahan dan pelaksanaan pemberian bantuan berupa tindakan yang diberikan kepada siswa. Perubahan-perubahan dan pemberian bantuan berupa tindakan ini akan memberikan makna untuk meningkatkan minat, motivasi dan prestasi siswa dalam proses belajarnya. Perubahan dan bantuan tindakan inilah kemudian diwujudkan dalam bentuk penelitian tindakan kelas atau PTK.

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan ini dapat berupa perubahan strategi pembelajaran, perubahan metode mengajar, dan perubahan media pembelajaran. Tindakan ini dilakukan oleh guru dan atau dengan arahan guru yang dilakukan oleh siswa dalam situasi rutin yang ada di kelas. Artinya dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas tidak dibutuhkan waktu khusus yang dapat merombak jadwal di sekolah secara keseluruhan. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan pada waktu jam pelajaran dipunyai oleh guru.

Penelitian tindakan kelas harus diikhtiarkan dengan kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja. Artinya guru dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas tidak dibawah paksaan siapapun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja guru sehingga guru bergerak secara dinamis dan tidak statis. Kemajuan teknologi akan membelenggu guru apabila guru tidak bergerak secara dinamis. Penggunaan media OHP misalnya yang sebelumnya sudah termasuk media yang ‘canggih’, sekarang sudah mulai tinggal kenangan digantikan dengan LCD projector. Perubahan-perubahan ini yang kemudian menuntut guru untuk dapat menuangkan dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Karena apabila guru statis hanya akan menjadi ‘tertawaan’ siswa di kelas karena dianggap ketinggalan jaman. Dengan selalu bergerak dinamis, maka sebuah penelitian tindakan kelas akan membawa guru untuk selalu melaksanakan eksperimen dengan memberdayakan kemampuan yang ada untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa secara berkesinambungan dan tanpa putus.

Dalam pelaksanaanya, penelitian tindakan kelas harus memperhatikan latar belakang guru dan siswa secara cermat. Hal ini dilakukan supaya dalam pelaksanaannya tidak terjadi jurang pemisah antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi yang sebenarnya. Dalam beberapa contoh kasus, siswa mungkin hanya akan tercengang ketika seorang guru menggunakan sebuah alat pembelajaran yang sangat canggih berupa laptop dan LCD projector di sebuah sekolah yang sebelumnya menggunakan OHP saja tidak. Hal ini hanya akan membuat perubahan kondisi secara drastis saja tanpa memberikan hasil berupa peningkatan prestasi siswa. Untuk mengenal latar belakang ini kemudian digunakan analisis SWOT yaitu Strength (Kekuatan), Weaknesses (Kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threat (Ancaman). Dengan analisis SWOT ini diharapkan pelaksanaan penelitian tindakan kelas berjalan searah antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sebenarnya.

Proses pembelajaran di kelas adalah sebuah kegiatan yang terjadi secara sistematis. Sehingga dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, seorang guru tidak dapat keluar dari sistem yang ada. Dalam hal ini setiap tindakan kelas yang dilakukan oleh guru harus memperhatikan kesiapan dari unsur-unsur yang dalam dalam sebuah sistem sekolah. Kembali pada contoh di atas, karena sekarang lagi demam penggunaan laptop dan LCD projector, maka seorang guru tidak dapat memaksakan untuk menujicoba penggunaan alat tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa tanpa memperhatikan bahwa sekolah tidak memiliki sarana tersebut. Dalam kondisi seperti ini akan lebih bijaksana apabila guru melaksanakan pembelajaran yang bervariatif berdasarkan pengalaman yang dialami baik oleh guru maupun siswa.

Penelitian tindakan kelas harus mencerminkan SMART (Suharsimi, 2006:8). SMART artinya cerdas yang dalam perencanaan penelitian tindakan kelas dapat diberi makna per huruf yaitu: (1) S-Spesific, khusus/tidak terlalu umum), (2) M-Managable, dapat dikelola/ dilaksanakan, (3) A-Acceptable, dapat diterima lingkungan atau A-Achievable, dapat dicapai, dijangkau, (4) R-Realistic, rasional, operasional dan tidak di luar jangkauan, dan (5) T-Time bound, diikat oleh waktu, terencana.

Penelitian tindakan kelas pada akhirnya bermuara pada peningkatan kinerja guru dan peningkatan prestasi siswa. Dengan demikian penelitian tindakan kelas mempunyai hukum “wajib” dilaksanakan oleh setiap guru. Karena kelas, siswa dan guru bersifat dinamis seiring dengan perkembangan jaman dan globalisasi. Keenggaran, ketidakmampuan, kebiasaan menunda untuk melakukan perubahan hanya akan menambah daftar panjang keterpurukan pendidikan di Indonesia. Perubahan dan perbaikan proses pembelajaran di kelas dapat terlaksana apabila guru dengan aktif dan terencana untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas. Perubahan sistem, perubahan kurikulum, kurangnya sarana prasarana, beratnya beban mengajar, minimnya kesejahteraan jangan menjadi alasan para guru untuk maju dan memajukan.

Majulah Guru Indonesia.

Mengamati Ujian Nasional

Ujian Nasional pada setiap pelaksanaannya selalu menuai pro kontra. Hal ini semata-mata adalah ketidaksiapan seluruh komponen yang berhubungan dengan dengan pelaksanaan ujian nasional. Ketakutan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak menakutkan. Beberapa hari lalu diberitakan 16 kepala sekolah di Propinsi Bengkulu ditangkap oleh yang berwajib karena mengerjakan soal ujian nasional dan kemudian disebarkan kepada siswa. Jika sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan. Sistem-kah. Depdiknas-kah. Sekolah-kah. Guru-kah. Atau Murid-kah. Atau kah-kah yang lain.